A.
Pendekatan
Interdisipliner adalah
pendekatan dalam pemecahan suatu masalah dengan menggunakan tinjauan berbagai
sudut pandang ilmu serumpun yang relevan atau tepat guna secara terpadu. Dalam
pemecahan masalahannya di bidang ekonomi dengan interdisipliner hanya dengan
satu ilmu saja yang serumpun.


B.
Pendekatan
Multidisipliner adalah
pendekatan dalam pemecahan suatu masalah dengan menggunakan berbagai sudut
pandang banyak ilmu yang relevan. Jadi dalam pemecahan masalah ekonomi dengan
menggunakan ilmuilmu lainnya yang relevan.




TEORI DAN PENDEKATAN MASALAH
KEMISKINAN
Ada
banyak teori tentang kemiskinan, namun menurut Michael Sherraden (2006:46-54)
dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yang saling bertentangan dan satu
kelompok teori yang tidak memihak (middle ground), yaitu teori yang memfokuskan
pada tingkah laku individu (behavioral), teori yang mengarah pada struktur
social, dan yang satu teori mengenai budaya miskin.
Menurutnya
Teori yang memfokuskan pada tingkah laku individu merupakan teori tentang
pilihan, harapan, sikap, motivasi dan capital manusia (human capital). Teori
ini disajikan dalam teori ekonomi neo-klasik, yang berasumsi bahwa manusia
bebas mengambil keputusan untuk dirinya sendiri dengan tersedianya
pilihan-pilihan. Perspektif ini sejalan dengan teori sosiologi fungsionalis,
bahwa ketidak setaraan itu tidak dapat dihindari dan diinginkan adalah
keniscayaan dan penting bagi masyarakat secara keseluruhan. Terori perilaku
individu meyakini bahwa sikap individu yang tidak produktif telah mengakibatkan
lahirnya kemiskinan.
Teori Struktural yang bertolak belakang dengan terori perilaku memandang bahwa
hambatan-hambatan structural yang sistematik telah menciptakan ketidaksamaan
dalam kesempatan, dan berkelanjutannya penindasan terhadap kelompok miskin oleh
kelompok kapitalis. Variasi teori structural ini terfokus pada topic seperti
ras, gender atau ketidak sinambungan geografis dalam kaitannya atau dalam ketidakterkaitannya
dengan ras.
Teori
budaya miskin yang dikembangkan oleh Oscar Lewis dan Edward Banfield ini
mengatakan bahwa gambaran budaya kelompok kelas bawah, khususnya pada orientasi
untuk masa sekarang dan tidak adanya penundaan atas kepuasan, mengekalkan
kemiskinan di kalangan mereka dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Menurut
Michael Sherraden bahwa dalam berbagai bentuk, teori budaya miskin ini berakar
pada politik sayap kiri (Lewis) dan politik sayap kanan (Banfield). Dari sayap
kiri, perspektif ini dikenal sebagai situasi miskin, yang mengindikasikan bahwa
adanya disfungsi tingkah laku ternyata merupakan adaptasi fungsional terhadap
keadaan-keadaan yang sulit (Michael Sherraden : 2006, Parsudi Suparlan : 1995).
Dengan kata lain kelompok sayap kiri cenderung melihat budaya miskin sebagai
sebuah akibat dari struktur social. Sebaliknya kelompok sayap kanan melihat
tingkah laku dan budaya masyarakat kelas bawah yang mengakibatkan mereka
menempati posisi di bawah dalam struktur social.
Ada
dua pendekatan yang dapat digunakan dalam studi tentang kemisinan, yaitu “Pedekatan
Obyektif dan Pendekatan Subyektif”. Pendekatan obyektik yaitu
pendekatan dengan menggunakan ukuran kemiskinan yang telah ditentukan oleh
pihak lain terutama para ahli yang diukur dari tingkat kesejahteraan sosial
sesuai dengan standart kehidupan, sedangkan Pendekatan subyektif
adalah pendekatan dengan menggunakan ukuran kemiskinan yang ditentukan oleh
orang miskin itu sendiri yang diukur dari tingkat kesejahteraan sosial dari
orang miskin dibandingkan dengan orang kaya yang ada dilingkungannya. Seperti
diungkapkan oleh Joseph F. Stepanek, ed. (1985) bahwa pendekatan subyektif
menilai kemiskinan berdasarkan pendapat atau pandangan orang miskin sendiri.
Pendekatan
obyektif atau sering juga disebut sebagai pendekatan kesejahteraan (the welfare
approach) menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi
agar keluar dari kemiskinan. Dengan menggunakan pendekatan obyektif banyak
ditemukan berbagai dimensi pendekatan yang digunakan oleh para ahli maupun
lembaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar